Interest · Novel · Translation

Chapter 1 Rasa Original 30% Manis

Chapter 1

Xian Bei tidak berani untuk melangkah satu langkah pun ke depan karena di depan pintu rumahnya berdiri seseorang.

Perlu di ketahui, sudah hampir satu tahun dia tinggal di daerah perumahan ini.

Selain kurir yang mengantarkan makanan atau barang, tidak pernah sekali pun ada orang yang datang mengunjunginya.

Semua komunikasi dan proses komunikasi antara dia dan editornya hanya di lakukan secara online.

Xian Bei berdiri kaku di tempat dimana dia berdiri sambil menatap orang yang berdiri di depan pintunya…

Tampak belakang.

Dari tampak belakang dia tidak tau apakah orang tersebut adalah pria atau wanita.

Dia memiliki rambut sepanjang bahu, rambutnya di cepol setengah, cara mengikat rambut seperti ini umumnya adalah cara wanita mengikat rambut mereka.

Tetapi jika di lihat dari tinggi postur tubuhnya, bahu yang lebar, dari proposi tubuhnya, itu kelihatan seperti bentuk tubuh pria.

Kedua tangannya kosong, menandakan kalau orang ini bukan kurir pengantar makanan atau paket barang.

Dia masih saja mengetuk pintu.

Xian Bei dapat merasakan perasan deg-degan.

Suara ketukan pintu terasa mengerikan di telinga Xian Bei karena ini merupakan ciri dari orang yang memiliki phobia sosial.

Tahun lalu, ada dua orang wanita yang berseragam memiliki tutur kata yang ramah datang untuk meminta iuran tahunan kepadanya.

Kedua wanita itu terus-menerus memuji sistem keamanan yang di pakai di dalam area perumahan ini. Mereka mengatakan kalau sistem yang di pakai bahkan sama kuatnya dengan sistem keamanan negara. Mereka bahkan menarik dia untuk ikut dalam percakapan mereka dan terkesan memaksa dia agar setuju dengan pandangan mereka.

Gara-gara itu, tenaganya terkuras hingga satu minggu, menyebabkan dia terlambat menyelesaikan draftnya.

Jika dia memikirkan itu kembali, itu sangat menakutkan.

Dia tidak tau sudah berapa lama orang ini berdiri dan akan tetap berada di sini.

Xian Bei merangkak di belakang teraris besi tangga, sedikit meringkuk.

Tiba-tiba tidak ada lagi suara ketukan.

Orang itu mengeluarkan telepon selulernya, lalu membalikkan kepalanya.

Terkejut, dengan cepat Xian Bei menundukan kepalanya lebih rendah lagi seolah-olah dia ingin menguburkan dirinya.

Karena posisi seperti itu, dia hanya dapat melihat satu sisi wajah orang tersebut.

Seorang pria, orang asing.

Orang itu memiliki hidung yang lumayan mancung, bentuk dagu yang tergolong sempurna dengan wajah brewok gaya five o’clock shadow, orang tersebut terlihat elegant.

Posture tubuh orang itu juga sangat bagus seperti karakter komik yang keluar ke dunia nyata.

Mungkin karena dia merasa di belakangnya ada orang yang diam-diam memperhatikannya, tiba-tiba saja dia membalikkan wajahnya, terlihat santai, dia melihat ke arah Xian Bei.

Xian Bei terlihat sedikit panik, dengan cepat dia menghindari tatapan tersebut.

Seketika itu, jantung Xian Bei terasa mau copot.

Bertatapan langsung dengan orang, itu sudah merupakan hukuman berat untuknya.

Tiap detik dari tatapan orang tersebut seperti pisau tajam yang menancap ke jantungnya.

Pada saat yang bersamaan, wajahnya berubah merah.

Telepon seluler Xian Bei yang ada di kantung sweater hoodienya bergetar.

Untuk sekali lagi pria tersebut memalingkan wajahnya, awalnya tidak ada ekspresi yang kuat di tatapannya, tetapi seketika itu berubah.

Tetapi ekspresi ini tidak berlangsung lama dan malah berubah seperti sedang menganalisa dan mengobservasi.

Xian Bei meremas kantung plastik belanjaannya, tidak tau apa yang harus di lakukannya.

Tatapan ini membuatnya merasa menderita, singkatnya dia merasa seolah-olah seperti sedang di telanjangi berdiri di bawah sinar matahari yang terik.

Di dalam kantong sweaternya, telepon selulernya terus bergetar dimana membuat kondisinya terasa lebih buruk lagi, ketika terdengar suara ketukan pintu dari luar, itu menambah rasa takutnya.

Setelah mengobservasi untuk beberapa waktu, pria tersebut berhenti menelepon. Dan telepon seluler Xian Bei juga berhenti bergetar.

Mungkin dia telah mendapatkan jawaban dari apa yang dicarinya, ada senyum tipis di wajahnya. Lalu, mulutnya terlihat bergerak, lalu melangkah satu langkah kearahnya…

Oh tuhan! Orang ini sepertinya datang mencarinya!

Dia sama sekali mendengar tidak jelas apa yang di katakan orang tersebut!

Xian Bei sudah keburu panik, mencoba untuk melarikan diri, berbalik dan menuruni tangga.

***

Siang hari, Chen Zhuo kembali ke ‘Zhong Yi’.

Zhong Yi adalah sebuah toko F&B yang menjual produk minuman sejenis teh, berlokasi di pusat kota Ningshi.

Karena design warna putih yang mendominasi toko, dekorasi yang indah dan juga pembawaan boss nya, membuat toko tersebut menjadi seperti toko kekinian.

Toko itu telah beroperasi sekitar setahun lebih, bisnis toko itu masih sama baiknya.

Huh, Chen Zhuo adalah pemilik toko ini.

Dia berjalan menuju ke ruang istirahat karyawan, Zhou Qing Shu yang merupakan wakil kepala toko sedang merapikan souvenir hadiah untuk bulan ini, mengangkat kepalanya, melirik dia: “Apakah kamu sudah bertemu dengan *dewi?”
*Xian tulisan karakter Chinanya memiliki arti Goddess atau dewi bahasa Indonesianya.

Dewi adalah panggilan candaan.

Zhong Yi baru beroperasi tidak lama, mereka telah memiliki pelayanan untuk pengantaran.

Seperti yang kita tau, ketika ada pesanan masuk di APP toko, pasti ada notifikasi tentang nama pemesan (nama belakang/surname) dan alamat pengantaran.

Alamat yang berada di tengah kota, setiap hari meski hujan maupun terik dalam kurun waktu selama setahun ini terus memesan minuman yang sama. Pemesannya adalah seseorang yang memiliki nama belakang yang unik ‘Xian’ entah itu nama asli atau hanya nama asal, dia telah menjadi perhatian semua karyawan yang berkerja di sana.

Terlebih rasa pesanan yang selalu dia pesan termasuk unik, dari begitu banyak jenis minuman dengan rasa yang beraneka ragam di tawarkan oleh toko, bagaimana pun pemilik toko memeras otak untuk membuat varian rasa baru. Dia hanya memesan satu rasa yang paling dasar, apapun tidak di tambah…

Hanya rasa teh susu original dimana dia selalu meminta 30% rasa manis.

Chen Zhuo terlihat tidak terburu-buru menjawab, dia menghabiskan hampir setengah jam untuk menceritakan apa yang di alaminya.

Dia terlihat terus tersenyum tetapi juga ada rasa penasaran.

“Kelihatannya sudah ketemu.” Zhou Qing Shu menyandarkan badannya: “Apakah kamu berbicara dengan dia?”

Chen Zhuo menggelengkan kepalanya, menuangkan air untuk dirinya sendiri, lalu berjalan menuju samping meja dan duduk.

Menegak minumnya, dengan mengernyit, menjawab: “Dia lari ketika melihat ku.”

Zhou Qing Shu tertawa, menertawainya: “Mungkin dia telah bosan meminum teh susu dari toko kita selama setahun lebih ini. Mungkin dia telah memilih toko lain. Karena sudah setengah bulan ini dia tidak memesan di toko kita. Apalagi bos, kamu datang menjumpainya, pantas saja dia lari.”

“…”

Seperti yang di jelaskan Zhou Qing Shu, sudah hampir setengah bulan ini, semua karyawan Zhong Yi yang juga merupakan ‘fans fanatik nona Xian’ panik karena tidak menerima satu pesanan dari dia.

Semua terlihat penasaran.

Melihat dari reaksi Bos Chen setelah dari sana, harusnya tindakan bos Chen sebelumnya terlihat seperti seseorang yang perhatian dengan pelanggannya, dan juga sebagai seorang yang percaya diri dengan barang jualannya.

Chen Zhuo selama siang hari mencari alamat ‘si dewi’ hanya untuk memastikan apakah dia telah pindah rumah atau tidak.

Hari ini secara tidak sengaja dia bertemu dia.

Zhou Qing Shu mengerakkan kakinya: “Bagaimana parasnya? Xiao Rui berkata selama dia mengantar hampir satu tahun lebih, tidak pernah sekali pun dia melihatnya, Dia hanya membuka pintunya sedikit, mengulurkan tanganya yang kecil sambil gemetaran ketika menerima teh susu pesanannya.”

“Apakah benar parasnya seperti Dewi?” Zhou Qing Shu penasaran.

Chen Zhuo berdeham, dia memikirkan kembali kejadian ketika berada di tangga.

Gadis dengan tubuh kurus dan kecil, memakai hoodie sweater yang longar, celana panjang. Kaki celananya terlihat cukup panjang sehingga ada bekas lipatan di kedua kaki celananya.

Dia memakai masker dan topi, secara keseluruhan badannya terlihat tertutup tanpa celah.

Yang terlihat pada saat itu hanya sepasang mata penuh dengan ketidakpastian dan ketakutan seolah-olah Chen Zhuo adalah monster.

Itu terlihat aneh tapi lucu dan menarik.

Chen Zhuo tersenyum: “Aku tidak melihat dia.” Tetapi dia mengingatnya dengan jelas.

Zhou Qing Shu bertanya: “Apakah kamu pasti dia orangnya?”

Chen Zhuo: “Sangat pasti.”

Zhou Qing Shu menghela nafas: “Lebih bagus jika dia benar-benar pindah rumah.”

Chen Zhuo tidak mengatakan apapun, tetapi terlihat jelas senyum di wajahnya terlihat lebih dalam lagi.

Untuk dirinya, ini adalah hal sebaliknya. Mengapa dia harus pindah rumah, lebih baik jika benar dia telah bosan dengan rasa yang di tawarkan oleh toko ini dan ingin mencoba rasa baru dari toko lain.

Lebih baik jika ada pembanding di tengah kompetisi ini. Karena dengan begini, ketika dia kembali memesan, dia bakal teringat bahwa sebanyak mana dia memesan dari toko lain, pada akhirnya hanya rasa dari Zhong Yi tokonya ini yang sesuai dengan lidahnya.

Touch the heart by words